Minggu, 21 Oktober 2012

Sentra melon

Kawasan pantai selama ini selalu identik dengan pariwisata. Termasuk kawasan pantai selatan di Gunungkidul. Namun, di balik keindahan  pantai-pantai tersebut kawasan di sekitarnya ternyata cukup potensial sebagai lokasi pengembangan pertanian. Salah satunya pertanian buah melon.

Ini pula yang telah dilakukan oleh UGM, khususnya melalui Fakultas Biologi bersama LPPM dan MM UGM. Setidaknya sejak empat bulan lalu UGM bersama masyarakat Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Gunung Kidul telah melakukan uji coba penanaman melon jenis Gama Melon Basket (GMB) di sekitar kawasan Pantai Porok. Hasilnya ternyata cukup menggembirakan. Lokasi Pantai Porok ini berada sekitar 3 km ke arah timur dari Pantai Kukup. 

“Sekitar Juni mulai menanam hingga Oktober ini sudah dua kali panen mas. Dari sisi harga bagus dan waktu panen juga cepat sekitar dua bulan,”kata Karyo Suwito, warga Dusun Watu Belah, Desa Kemadang, Selasa (2/10).

Pak Ranu,panggilan akrab Karyo Suwito, merupakan salah satu dari beberapa petani di Kemadang yang mulai mencoba bertani melon. Pak Ranu mengaku dari hasil panen melon rata-rata diperoleh melon 2 kwintal. Melon-melon ini kemudian dicoba dijual ke pengepul dengan harga 5 ribu per kilonya.

“Dua pohon bisa panen 2 kwintal. Selain itu harga bagus, rasa juga manis dengan warna orange,” katanya.

Di sela-sela panen melon GMB, Pak Ranu memberi gambaran bahwa dari sisi waktu melon lebih cepat panen dibandingkan beberapa jenis produk pertanian lain seperti jagung atau padi. Untuk panen jagung menurut Pak Ranu membutuhkan waktu sekitar 3 bulan dan 3,5 bulan untuk padi.

Meskipun cukup potensial, diakui Pak Ranu masih ada sedikit kendala dalam pengembangan pertanian melon tersebut seperti serangan hama penyakit dan pengambilan air untuk menyiram yang masih manual. “Ambil airnya itu masih manual jadi butuh genset,” jelas Ranu.

Lain lagi dengan Suwarno, petani yang juga aktif di Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemadang. Pengalamannya bertani melon ternyata cukup menjanjikan. Keuntungan yang diperolehnya bisa mencapai dua kali lipat. Dirinya mencontohkan ketika menanam 2500 bibit melon di lahan 1000 m2, dibutuhkan modal sekitar Rp 7 juta untuk persiapan lahan, benih, mulsa, pupuk, obat hingga tenaga perawat.

“Dengan 2500 bibit kita panen 3 ton melon. Jika rata-rata per kilonya dijual 5 ribu maka diperoleh untung sekitar 15 juta,” kata Suwarno.

Prospek pengembangan pertanian melon ini pun disambut baik oleh pemerintah daerah Gunung Kidul. Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura, Kabupaten Gunungkidul, Supriyadi, mengapresiasi inovasi Gama Melon Basket (GMB) yang ditanam pada lahan pertanian di sekitar pantai ini. Seperti halnya Suwarno, ia juga berharap melon yang dikembangkan tersebut bisa menjadi produk unggulan.

“Kalau inovasi ini berhasil yang kita pikirkan bagaimana pengembangannya misalnya untuk lahan yang lebih luas hingga 20 hektar,” tutur Supriyadi.

Pendampingan dari UGM, imbuh Supriyadi, cukup membantu. Apalagi selama ini para penyuluh pertanian di Gunung Kidul lebih banyak fokus pada tanaman pertanian lain seperti padi, jagung dan kedelai.

Sementara itu Kepala Bidang Pertanian KP4 UGM, Prof. Dr. Ir. Bambang Hendro Sunarminto, S.U. yang juga hadir dalam panen melon itu mengaku bangga dengan inovasi yang dikembangkan UGM. Meskipun ditanam di lokasi yang sebagian lahan pasir ternyata tanaman melon bisa tumbuh dengan baik.

“Salah satunya penelitian yang didanai melalui hibah I-MHERE ini ternyata luar biasa dan diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” harap Bambang.

Di tempat sama pendamping petani sekaligus peneliti melon UGM, Dr. Budi S. Daryono, M.Agr.Sc. mengatakan kawasan pantai selatan Gunung Kidul sama halnya dengan pantai-pantai di Kulon Progo atau Bantul yang sebagian juga bisa ditanami melon. Budi menambahkan ada beberapa teknik yang bisa dilakukan agar melon hidup dan tumbuh dengan baik, seperti dengan teknik pemecah angin, teknik mulsa dan turus serta teknik seleksi buah.

“Jadi tanaman pandan, rumput gajah atau cemara udang yang ada tolong dipelihara dengan baik agar melon bisa hidup,” pesan Budi di hadapan para petani.

Tantangan pengembangan melon di Gunung Kidul menurut Budi adalah air. Untuk itu perlu dipikirkan untuk bekerjasama dengan ahli mikrohidro. Melon merupakan jenis holtikultura yang cukup sulit dikembangkan dibandingkan tanaman holtikultura lainnya seperti gambas dll. Selain itu munculnya hama dan penyakit, imbuh Budi, juga masih sering menjadi kendala bagi para petani. 

“Selain sebagai tujuan pariwisata saya yakin DIY prospek dikembangkan menjadi sentra melon karena tingkat konsumsinya yang cukup tinggi,” urai Budi.

Nah, kita tunggu saja. Kalau nantinya melon ini sukses dikembangkan di kawasan pantai selatan Gunung Kidul, selain berwisata pantai kita bisa sekalian berbelanja melon dengan harga yang terjangkau tentu saja. (Humas UGM/Ndw)GUNUNGKIDUL (KRjogja.com) -

Related Posts by Categories



Widget by Scrapur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar